Duasatu.net- Dewan Kehormatan PWI Pusat mengingatkan pentingnya wartawan memiliki kompetensi dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik. "Kami prihatin dengan banyaknya kekeliruan pemberitaan dan pelanggaran kode etik jurnalistik sehingga menurunkan kredibilitas media berbagai platform, "ujar Ketua DK PWI Pusat Ilham Bintang Kamis (25/6/2020).
Dalam rapat hadir Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo, anggota Suryopratomo, Asro Kamal Rokan, Rossiana Silalahi, Tri Agung Kristanto, Teguh Santosa dan Raja Pane.
Pertemuan secara daring ini menyoroti kasus pemanggilan terhadap 27 pengelola media online dan media elektronik oleh Dewan Pers, terkait kekeliruan dalam melaporkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Putusan PTUN Jakarta tertanggal 3 Juni terkait gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang memperlambat dan memutus hubungan internet di Papua dan Papua Barat pada masa krisis Papua periode Agustus-September 2019.
Gugatan di kabulkan karena majelis hakim menyatakan tindakan pemerintah melanggar hukum. Sejumlah media siber segera mengunggah berita dengan menyebutkan PTUN perintahkan Jokowi minta maaf atas pemblokiran internet Papua. Padahal itu tidak ada dalam putusan majelis hakim.
Ilham Bintang mengatakan itu bukan kategori hoaks namun kekeliruan pemberitaan akibat wartawan tidak melakukan cek dan ricek atau klarifikasi secara akurat. "Memang termasuk juga pelanggaran kode etik", Katanya.
Meski Dewan Pers hanya sebatas memberi sanksi teguran namun sanksi merosotnya kredibilitas terhadap media justru lebih berat dirasakan. Walau di sisi lain DK juga menyoroti sistem administrasi peradilan, khususnya PTUN Jakarta, yang tidak diperbarui sesuai perkembangan perkara itu.
Juga lambatnya proses penyampaian salinan putusan kepada pihak pihak yang berperkara. Padahal, putusan dan proses administrasi di pengadilan itu menjadi sumber utama pemberitaan media.
Selain masalah kurangnya kompetensi dan penaatan kode etik jurnalistik, DK PWI Pusat menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi wartawan, khususnya cara kerja, model bisnis yang berkembang di dunia media saat ini dan kekuranglengkapan informasi yang diberikan narasumber.
Kasus kekeliruan pemberitaan terkait kegiatan Presiden Jokowi di Bekasi yang diberitakan akan membuka kembali mal juga mendapatkan sorotan masyarakat.
Kondisi ini diperburuk oleh perilaku baru wartawan yang bahkan menjadi model bisnis dari sejumlah media khususnya media siber.
Model kloning atau juga disebut multi level quotes jelas merupakan praktek jurnalistik yang keliru, mengabaikan persoalan siapa yang bertanggung jawab atas berita yang sudah menyebar luas.
Model bisnis dengan kolaborasi juga memunculkan fenomena tidak sehat dalam konteks profesionalisme media dan wartawan.
"Di sisi lain kini berkembang model bisnis yang menjadikan media siber di daerah sebagai penyedia konten atau content produser bagi media siber di Jakarta. Praktek ini berbeda dengan kantor berita yang selalu disebutkan sebagai sumber sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab.
Ilham Bintang menegaskan bahwa semua itu belum dijangkau oleh Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dan kalau tidak segera diantisipasi bisa merugikan kredibilitas wartawan maupun media. Sementara praktek jurnalisme yang profesional dan taat kode etik makin diabaikan. (red)