Duasatu.net- Di wilayah Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi umumnya, tahun 2020 ini sebagai tahun politik, di tahun inilah, tepatnya pada tangggal 9 Desember 2020 mendatang akan di laksanakan pesta demokrasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batang Hari serta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi masa bhakti 2021-2026.
Tahun politik ini, kegiatan dukung mendukung salah satu dari pasangan calon Bupati / Gubernur hal yang biasa, tapi bagi beberapa profesi hal tersebut menjadi haram karna dilarang oleh aturan. Sebut saja anggota TNI POLRI aktif dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dua profesi diatas sanksi berat dapat dijatuhkan kepada mereka yang terbukti terlibat dalam politik praktis.
Selain dua profesi diatas, profesi Kepala desa, perangkat desa dan anggota BPD adalah profesi di larang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam PEMILU atau PILKADA. Kehawatiran akan adanya konflik interest antara Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dengan masyarakat yang menimbulkan terganggunya pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu alasan mengapa Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dilarang ikut terlibat dalam politk praktis di PEMILU dan PILKADA.
DASAR HUKUM LARANGAN KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN BPD TERLIBAT DALAM POLITIK PRAKTIS
Larangan Kepala Desa terlibat sebagai pengurus partai politik dan terlibat dalam kegiatan kampanye pemilihan umum maupun pilkada jelas disebutkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Sedangkan bagi perangkat desa larangan tersebut terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014. Di pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa perangkat dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya disebutkan perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Untuk BPD larangan terlibat menjadi pengurus partai politik terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 64 huruf (h).
Selain dalam UU Nomor 6 tahun 2014, larangan Kepala Desa dan perangkat desa terlibat dalam kampanye juga terdapat dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tantang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang. Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan. Selanjutnya di pasal 71 ayat (1) nya disebutkan Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Terakhir, larangan Kepala Desa, perangkat desa dan BPD terlibat dalam politik praktis terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. Dalam pasal 280 ayat (2) huruf (h), (i) dan (j) disebutkan Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota badan permusyawaratan desa. Dalam ayat (3) nya disebutkan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu
Selanjutnya di pasal 282 UU Nomor 7 tahun 2017 disebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye. Kemudian di Pasal 283 ayat (1) disebutkan Pejbabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.
SANKSI BAGI KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN BPD YANG MELANGGAR LARANGAN TERLIBAT DALAM POLITIK PRAKTIS
Pelanggaran terhadap larangan keterlibatan aparatur pemerintahan desa dalam politik praktis, dapat mengakibatkan yang bersangkutan diberikan sanksi, mulai dari sanksi administrative, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap sampai dengan sanksi pidana berupa kurungan dan denda. Berikut sanksi – sanksi yang bisa diberikan kepada Kepala Desa , perangkat desa dan BPD yang terlibat dalam politik praktis :
1. UU Nomor 6 Tahun 2014
Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
2. UU Nomor 6 Tahun 2016
Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
3. UU Nomor 7 Tahun 2017
Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berdasarkan penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat desa dan BPD diharapkan dapat bersikap netral dan tidak memihak dalam setiap gelaran pemilu maupaun pemilukada. Sikap netral tersebut bertujuan untuk menjaga profesionalitas aparatur pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakang pilihan politik mereka. Namun demikian Kepala Desa, perangkat desa dan BPD tetap memiliki hak pilih dalam pemilu ataupun pemilukada, yang mana hal tersebut telah dijamin oleh undang-undang. (Ilham)
Tahun politik ini, kegiatan dukung mendukung salah satu dari pasangan calon Bupati / Gubernur hal yang biasa, tapi bagi beberapa profesi hal tersebut menjadi haram karna dilarang oleh aturan. Sebut saja anggota TNI POLRI aktif dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dua profesi diatas sanksi berat dapat dijatuhkan kepada mereka yang terbukti terlibat dalam politik praktis.
Selain dua profesi diatas, profesi Kepala desa, perangkat desa dan anggota BPD adalah profesi di larang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis dalam PEMILU atau PILKADA. Kehawatiran akan adanya konflik interest antara Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dengan masyarakat yang menimbulkan terganggunya pelayanan kepada masyarakat menjadi salah satu alasan mengapa Kepala Desa, Perangkat Desa dan BPD dilarang ikut terlibat dalam politk praktis di PEMILU dan PILKADA.
DASAR HUKUM LARANGAN KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN BPD TERLIBAT DALAM POLITIK PRAKTIS
Larangan Kepala Desa terlibat sebagai pengurus partai politik dan terlibat dalam kegiatan kampanye pemilihan umum maupun pilkada jelas disebutkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya kepala desa dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Sedangkan bagi perangkat desa larangan tersebut terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014. Di pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa perangkat dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) nya disebutkan perangkat desa dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Untuk BPD larangan terlibat menjadi pengurus partai politik terdapat dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 64 huruf (h).
Selain dalam UU Nomor 6 tahun 2014, larangan Kepala Desa dan perangkat desa terlibat dalam kampanye juga terdapat dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tantang pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi undang-undang. Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Kepala Desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan. Selanjutnya di pasal 71 ayat (1) nya disebutkan Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Terakhir, larangan Kepala Desa, perangkat desa dan BPD terlibat dalam politik praktis terdapat dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. Dalam pasal 280 ayat (2) huruf (h), (i) dan (j) disebutkan Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: Kepala Desa, Perangkat Desa dan anggota badan permusyawaratan desa. Dalam ayat (3) nya disebutkan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim Kampanye pemilu
Selanjutnya di pasal 282 UU Nomor 7 tahun 2017 disebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye. Kemudian di Pasal 283 ayat (1) disebutkan Pejbabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.
SANKSI BAGI KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN BPD YANG MELANGGAR LARANGAN TERLIBAT DALAM POLITIK PRAKTIS
Pelanggaran terhadap larangan keterlibatan aparatur pemerintahan desa dalam politik praktis, dapat mengakibatkan yang bersangkutan diberikan sanksi, mulai dari sanksi administrative, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap sampai dengan sanksi pidana berupa kurungan dan denda. Berikut sanksi – sanksi yang bisa diberikan kepada Kepala Desa , perangkat desa dan BPD yang terlibat dalam politik praktis :
1. UU Nomor 6 Tahun 2014
Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
2. UU Nomor 6 Tahun 2016
Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
3. UU Nomor 7 Tahun 2017
Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berdasarkan penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat desa dan BPD diharapkan dapat bersikap netral dan tidak memihak dalam setiap gelaran pemilu maupaun pemilukada. Sikap netral tersebut bertujuan untuk menjaga profesionalitas aparatur pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakang pilihan politik mereka. Namun demikian Kepala Desa, perangkat desa dan BPD tetap memiliki hak pilih dalam pemilu ataupun pemilukada, yang mana hal tersebut telah dijamin oleh undang-undang. (Ilham)