BATANGHARI,DUASATU.NET-Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) jangan tutup mata, dengan 9 stockpile batubara di Kabupaten Batanghari Jambi yang di duga ilegal tidak memiliki stockpiling diantaranya PT BAJ, PT BHS dan BHS 2, PT KAI 3, PT BBMM 2, PT. KAI 1, PT. KAI 2 dan Nangriang/PT. BBP.
Heriyanto, pemuda peduli Batanghari mengatakan, bedasarkan nama pemilik stockpile, pelaku usaha pada tanda terima surat pemberitahuan nomor 503/673/DPMPTSP tertanggal 22 April 2022 ialah tanda nama perusahaan dan sudah ditandatangani oleh masing-masing pihak.
“ Hal ini baru ditindaklanjuti Pemkab Batanghari melalui DPMPTSP, dan harus segera di laporkan ke Kementerian, agar semua pihak bertanggungjawab akan sektor pendapatan Negara,” kata Heriyanto, Sabtu (11/6/2022).
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2021, tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggara perizinan berusaha berbasis risiko sektor ESDM dan standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggara perizinan berusaha berbasis risiko subsektor mineral dan batubara.
“ Saat ini banyak pelaku usaha tidak memilik izin dan ini termasuk tindak pidana pertambangan, menurut undang-undang minerba No. 3 tahun 2020 tentang pertambangan minerba dan telah menyediakan berbagai regulasi pelanggaran,” ujar Heriyanto.
" Menurut Heriyanto, jenis-jenis tindak pidana pertambangan batubara itu di antaranya melakukan pertambangan tanpa izin, yang diatur dalam Pasal 158 UU minerba menyatakan dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp.100 miliar.
Kemudian menyampaikan data laporan keterangan palsu, dalam kegiatan penambangan, di perlukan data atau informasi dan benar yang diberikan oleh pelaku usaha terkait, seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usaha, penjualan hasil tambang, dan lain-lain untuk dipertanggungjawabkan.
Penyampaian laporan menjadi kewajiban bagi pelaku usaha pertambangan kepada pemerintah, apabila terdapat perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar akan dikenai sanksi pidana.
Secara yuridis, Pasal 159 UU minerba menyatakan, pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB, sengaja menyampaikan laporan keterangan palsu dipidana penjara paling lama 5 tahun, denda paling banyak Rp.100 milar.
Lalu tindak pidana melakukan operasi produksi di tahapan eksplorasi, dalam memperoleh perizinan pertambangan, terdapat prosedur yang harus diikuti dengan tertib oleh pelaku usaha.
Misalnya, pada tahapan eksplorasi, pengusaha pertambangan minerba dilarang melakukan tahapan berikutnya, yaitu operasi produksi, tanpa seizin pemerintah. Tindakan potong kompas ialah pelanggaran hukum yang diatur dalam Pasal 160 ayat (2) UU minerba di ancam pidana penjara 5 tahun, denda paling banyak Rp 100 miliar.
Selanjutnya, memindahtangankan perizinan ke orang lain, perizinan jadi bukti yang mendasari dilaksanakannya penambangan. Hanya pemilik perizinan saja yang diperbolehkan melakukan kegiatan penambangan.
Apabila perizinan yang telah diberikan oleh pemerintah, dialihkan ke pihak lain tanpa memberitahukan ke pemerintah. Dalam Pasal 161 A UU minerba menyatakan Setiap pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindah tangankan IUP, IUPK, IPR, dapat dipidana paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 5 miliar.
" Lanjut Heriyanto, tidak mereklamasi pasca tambang, aktivitas penambangan ialah aktivitas yang merusak lingkungan, maka perusahaan wajib melakukan penambangan yang bertanggung jawab, dan menyediakan dana jaminannya.
Sanksi bagi pengusaha mangkir dari kewajibannya ini, Pasal 161B ayat (1) UU minerba menyatakan dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun, denda paling banyak Rp 100 miliar.
Masih kata Heriyanto, menghalangi aktivitas penambangan yang Legal. Dimana, ketika izin telah dipegang oleh perusahaan pertambangan, maka aktivitas penambangan dapat dimulai.
" UU minerba memberikan proteksi terhadap kelangsungan aktivitas yang sah dengan adanya Pasal 162 UU minerba menyatakan, setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun, denda paling banyak Rp.100 miliar.
Hal ini berbahaya sebab dapat membuka keran kriminalisasi perusahaan pertambangan yang tidak taat aturan, seperti 9 pelaku usaha yang tidak memiliki izin stockpile batubara sesuai dengan Permen ESDM nomor 5 Tahun 2021, "pungkas Heriyanto. (ILHAM)